Wali Berbuat Salah atau Dosa?


Syaikh ‘Abdulloh bin ‘Alawi al-Haddad ra. ditanya oleh as-Sayyid Abu Bakar bin Syaikh as-Saqqaf al-‘Alawi ra. mengenai perbuatan buruk yang dilakukan oleh orang yang sudah mencapai derajat ma’rifat kepada Alloh Swt. (al-‘arif billah).

Beliau ra. menjawab bahwa al-‘arif adalah seseorang yang beriman kepada Alloh Swt dengan sebenar-benarnya. Dengan dasar keimanan tersebut, dia mentaati segala perintah Alloh Swt. dan menjauhi segala larangan-Nya. Al-‘Arif senantiasa memperbanyak amalan sunnah dalam upaya mendekatkan diri kepada Alloh Swt. Dengan amalan-amalan tersebut, dia menemukan cahaya kebahagiaan, sesuatu yang gaib seakan nyata di depan mata, dan Alloh Swt menunjukkan jalan kebenaran dan memberinya ilmu yang bermanfaat.

Orang yang ma’rifat, walaupun sudah mencapai derajat yang tinggi, bisa saja melakukan kesalahan dan mendapat hukuman atas kesalahannya. Karena, puncak dari ma’rifat adalah diangkatnya seseorang menjadi kekasih Alloh Swt. (wali), dan puncak dari kewalian adalah terpelihara dari perbuatan dosa (mahfuzh).

Dengan demikian, perbuatan baik (amal sholih) yang dilakukan oleh orang yang ma’rifat pahalanya jauh lebih besar daripada perbuatan baik yang dilakukan oleh orang yang belum ma’rifat. Demikian pula sebaliknya, perbuatan buruk yang ia perbuat akan mendapat balasan lebih berat daripada orang yang belum ma’rifat. Hal ini terjadi karena kedekatannya kepada Alloh Swt., sehingga bisa jadi apabila ia melakukan dosa kecil akan mendapat hukuman dari Alloh sebagaimana orang lain melakukan dosa besar.

Diceritakan bahwa seorang al-‘arif billah ketika sholat membayangkan dirinya melakukan maksiat, maka sekujur tubuhnya berubah warna menjadi hitam dalam beberapa saat.

Suatu hari Imam Junaid al-Baghdadi melihat seorang fakir yang sedang meminta-minta, lalu ia berbisik dalam hatinya: “jika orang ini mau berusaha, tentu hidupnya akan lebih baik”. Pada saat malam datang, beliau bergegas melaksanakan wiridnya, namun ia tidak lagi menemukan kenikmatan dalam berdzikir hingga ia terkantuk dan terlelap dalam tidur. Dalam mimpinya ia melihat orang fakir tadi, kemudian ada yang berkata padanya: “makanlah dagingnya, karena sungguh engkau telah mengumpatnya”. Imam Junaid berkata: “subhanalloh, sungguh itu hanya ucapan hati”. Lalu terdengar lagi ucapan: “perbuatan tersebut tidak layak bagi orang sepertimu (sudah mencapai derajat ma’rifat)”.

Terjemah bebas dari Kitab an-Nafa’is al-‘Ulwiyyah fil Masa’il ash-Shufiyah, karya Syaikh ‘Abdulloh bin ‘Alawi al-Haddad ra. (halaman 14-15)
FB Comments
0 Blogger Comments

0 comments:

Posting Komentar

Home