Mengqadha Salat-salat yang Tertinggal

Lembaga Fatwa Mesir
Pertanyaan

Memperhatikan permintaan fatwa No. 866 tahun 2005, yang berisi:

Ketika seseorang bertaubat kepada Allah, apakah salat-salatnya yang tidak sempat dia kerjakan menjadi terhapus? Apakah dia akan diminta pertanggungjawaban atas salat-salat itu? Kami pernah bertanya kepada Dr. Yusuf Qardhawi melalui internet dan beliau dengan tegas menyatakan bahwa salat-salat tersebut harus diganti (diqadha). Hal ini tidaklah mungkin dilakukan, maka bagaimanakah solusinya?


Jawaban (Mufti Agung Prof. Dr. Ali Jum'ah)

    Para ulama Mazhab Empat sepakat mengenai kewajiban mengqadha salat-salat yang tertinggal. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw.,


اقْضُوْا اللهَ، فَإِنَّ اللهَ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ

"Penuhilah hak Allah, karena hak Allah lebih utama untuk dipenuhi." (HR. Bukhari dari Abdullah bin Abbas).

Juga berdasarkan sabda beliau,

مَنْ نَسِيَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إَذَا ذَكَرَهَا، لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ

"Barang siapa yang lupa mengerjakan salat, maka hendaknya dia melaksanakannya jika telah mengingatnya. Tidak ada kafarat (pengganti) untuknya selain itu." (Muttafaq 'alaih, dari hadis Anas bin Malik).

    Jika mengqadha salat bagi orang yang lupa adalah wajib –padahal dosa dan hukuman dimaafkan darinya—, maka kewajiban atas orang yang meninggalkannya dengan sengaja adalah lebih utama.

    Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahîh Muslim mengatakan, "Pengikut mazhab Zhahiriyah ada yang berpendapat aneh (syadz) dengan mengatakan bahwa tidak wajib mengqadha salat yang tertinggal tanpa uzur (alasan syar'i). Dia beranggapan bahwa dosa seseorang yang meninggalkan salat tanpa uzur adalah terlalu besar sehingga tidak bisa ditebus dengan sekedar qadha. Pendapat ini merupakan kekeliruan dan kebodohan dari orang yang mengatakannya. Wallahu a'lam."

    Dengan demikian, orang yang meninggalkan salatnya baik dalam jangka waktu sebentar ataupun lama, harus bertaubat kepada Allah dan memulai mengqadha semua salatnya yang tertinggal. Hendaknya ketika dia melaksanakan salat wajib, dia juga mengqadha salat-salat sejenis yang dia tinggalkan. Dia boleh menganggapnya sebagai pengganti dari salat-salat sunah dan rawatib. Karena, pahala salat wajib lebih besar dibandingkan pahala salat sunah. Nabi saw. telah mengisyaratkan keutamaan mengqadha salat yang tertinggal bersamaan dengan salat sejenis yang wajib dilakukan, yaitu dalam sabdanya,

مَنْ أَدْرَكَ مِنْكُمْ صَلاَةَ الْغَدَاةِ مِنْ غَدٍ صَالِحاً فَلْيَقْضِ مَعَهَا مِثْلَهَا

"Barang siapa diantara kalian yang dapat melaksanakan salat Shubuh besok pada waktunya, maka hendaknya dia juga mengqadha salat yang sejenisnya." (HR. Abu Dawud dari Abu Qatadah al-Anshari).

    Al-Khathabi berkata, "Sepertinya hal itu lebih tepat sebagai anjuran, karena dia memperoleh keutamaan waktu dalam mengqadhanya."

    Orang tersebut hendaknya terus mengqadhanya dalam jangka waktu sesuai dengan jangka waktu dia meninggalkan salatnya, hingga dia merasa telah melakukan seluruh salat yang dia tinggalkan. Jika kematian lebih dahulu menjemputnya sebelum sempat mengqadha seluruh salat yang dia tinggalkan, maka insya Allah, Allah akan memaafkannya dengan rahmat dan karunia-Nya.

Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
ــــــــــــــــــــــــــــــــ
Sumber: http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=617&LangID=5
FB Comments
0 Blogger Comments

0 comments:

Posting Komentar

Home