Safînah an-Najâ : Muqoddimah

Oleh: Hasan Basri Hambali

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِينُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّينَ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ.

Dengan menyebut nama Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Alloh Tuhan pemilik seluruh alam.
Hanya kepada-Nya kami memohon pertolongan atas urusan-urusan dunia dan agama.
Semoga Alloh menganugerahkan rohmat dan kehormatan kepada Baginda Muhammad, penutup para nabi, kepada seluruh keluarga dan sahabatnya.
Tidak ada daya upaya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Alloh Yang Maha Suci dan Maha Agung.



Basmalah

Mu'allif Rohimahullôh memulai kitabnya dengan basmalah, seraya mengharap keberkahan dan pertolongan dari Alloh Subhânahu wa ta’âlâ . Memulai sebuah tulisan dengan basmalah merupakan perbuatan sunnah yang dianjurkan oleh Rosululloh Shollallôhu ‘alayhi wa sallam. Baginda Rosul bersabda:

إن أول ما كتبه القلم بسم الله الرحمن الرحيم فإذا كتبتم كتابا فاكتبوها أوله
Sesungguhnya yang pertama kali ditulis oleh al-qolam adalah “bismillâh ar-rohmân ar-rohîm.” Jika kalian menulis sebuah tulisan, tulislah bismillâh pada permulânnya.

Dalam riwayat lain disebutkan:

إذا كتبتم كتابا فاكتبوا في أوله بسم الله الرحمن الرحيم وإذا كتبتموها فاقرؤوها
Jika kalian menulis sebuah tulisan, maka tulislah “bismillâh ar-rohmân ar-rohîm” pada permulaannnya. Dan jika kalian menulisnya, maka bacalah.

Kita juga diperintahkan untuk berakhlak dengan akhlak Alloh Subhânahu wa ta’âlâ.

Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

تخلقوا بأخلاق الله
Berakhlaklah dengan akhlak-akhlak Alloh.

Diantara kebiasaan Alloh Subhânahu wa ta’âlâ adalah memulai setiap surat dalam kitab suci al-Qur'ân al-Karîm, selain surat al-Barô`ah (at-Tawbah), dengan lafazh basmalah. Dengan demikian, kita sebagai hamba-Nya diperintahkan mengawali setiap tulisan, bahkan setiap kebaikan, dengan bismillâh.

Hamdalah

Disunnatkan memuji kepada Alloh Subhânahu wa ta’âlâ pada setiap permulaan menulis sebuah buku atau kitab, begitupula dalam memulai pengajian. Kalimat pujian yang paling baik, sebagaimana diriwayatkan oleh sebagian ulama Syâfi'iyyah, adalah:

الحمد لله حمداً يوافي نعمه ويكافىء مزيده
Segala puji bagi Alloh, dengan pujian yang setara dengan nikmat-nikmat-Nya dan mengimbangi tambahan-tambahan-Nya.

Salah satu akhlak Rosululloh Shollallôhu ‘alayhi wa sallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah Rohimahullôh dari Sayyidah 'Â`isyah Rodhiyallôhu ‘anha, bahwa Rosululloh Shollallôhu ‘alayhi wa sallam  jika melihat sesuatu yang ia senangi maka ia bersabda:

الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات
Segala puji bagi Alloh, yang dengan nikmat-Nya kebaikan-kebaikan itu sempurna.

Sedangkan jika melihat sesuatu yang tidak ia senangi, maka ia bersabda:

الحمد لله على كل حال رب إني أعوذ بك من حال أهل النار
Segala puji bagi Alloh atas setiap keadaan. Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keadaan ahli neraka.

Memohon Pertolongan Hanya kepada Alloh

Syaykh Sâlim bin Sumayr Rohimahullôh, mu`allif kitab ini, memohon pertolongan kepada Alloh Subhânahu wa ta’âlâ dengan redaksi "wa bihî nasta'în", yaitu dengan mendahulukan jâr dan majrûr (lafazh bihî) daripada muta'allaq-nya (nasta'în), hal ini menunjukkan makna al-hashr (hanya), sehingga makna redaksi tersebut “hanya kepada-Nya aku memohon pertolongan.” Ini menunjukkan bahwa hanya Alloh Subhânahu wa ta’âlâ dzat yang layak dipinta pertolongan dan hanya Alloh Subhânahu wa ta’âlâ yang dapat memberi pertolongan baik dalam urusan dunia maupun urusan agama.

Ad-Dîn (Agama) dimaknai sebagai hukum-hukum yang disyari'atkan oleh Alloh Subhânahu wa ta’âlâ melalui lisan Nabi-Nya. Selain ad-dîn, agama juga sering disebut al-millah, syar', dan syarî'ah.

Sholawat dan Salam

Ismâ'îl al-Hâmidiy Rohimahullôh menjelaskan, bahwa bersholawat kepada Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam yang mengandung makna permohonan rohmat bagi Baginda Nabi tidak termasuk tahshîl al-hâshil (menghasilkan sesuatu yang sudah ada), karena dengan bersholawat kita memohon kepada Alloh Subhânahu wa ta’âlâ agar melimpahkan rohmat yang belum diperoleh oleh Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam, sehingga Beliau Shollallôhu ‘alayhi wa sallam senantiasa naik dalam kesempurnaan di sisi Alloh Subhânahu wa ta’âlâ. Namun kita tidak boleh bersholawat dengan maksud mendoakan Nabi, karena hal itu termasuk adab yang tidak baik, tetapi dengan bersholawat kita memohon kepada Alloh agar menghasilkan setiap permohonan kita kepada-Nya dengan keagungan dan kemuliaan Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam.

Mengenai keutamaan membaca sholawat kepada Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam, diantaranya terdapat dalam hadits:

من صلى علي في كتاب لم تزل الملائكة تصلي عليه ما دام اسمي في ذلك الكتاب
Barangsiapa bersholawat kepadaku dalam tulisan, maka malaikat senantiasa bersholawat kepadanya selama namaku masih ada dalam tulisan itu.

'Abdul Mu'thiy as-Samlâwiy Rohimahullôh menjelaskan, bahwa makna hadits ini adalah, barangsiapa menulis sholawat dan membacanya, atau membaca sholawat yang ada dalam sebuah tulisan, maka malaikat senantiasa mendoakannya dengan keberkahan, atau memohonkan ampunan baginya.

Keluarga dan Sahabat Nabi

Keluarga Nabi (Âli) dan sahabat selalu disandingkan dengan Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam dalam sholawat dan salam, demikianlah contoh dan anjuran dari Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam . Keluarga Nabi adalah setiap orang yang menerima dakwah Baginda Nabi (ummah al-ijâbah), inilah makna yang paling layak dalam sholawat. Sedangkan dalam permasalahan zakat, maka yang dimaksud dengan keluarga Nabi adalah Banî Hâsyim dan Banî al-Muththolib.

Sahabat Nabi adalah orang yang bertemu dengan Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam setelah Beliau diangkat menjadi rosul, disertai  dengan keimanan kepada Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam. Seseorang mendapatkan predikat sahabat nabi walaupun hanya bertemu dengan Baginda Nabi dalam waktu yang singkat. Berbeda dengan sahabat, untuk menjadi tâbi'în (pengikut sahabat), seseorang harus bertemu dengan sahabat dalam waktu yang lebih lama, demikian pula untuk menjadi tâbi' at-tâbi'în (pengikut tâbi'în). Hal ini menunjukkan, bahwa pertemuan seseorang dengan Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam memberikan dampak positif berupa cahaya hati yang jauh lebih besar dibandingkan pertemuan dengan sahabat dan tâbi'în.

Diantara para sahabat Rodhiyallôhu ‘anhum, dikenal empat sahabat utama yang disebut al-Khulafâ` ar-Rôsyidûn, yaitu Sayyidina Abû Bakar, nama aslinya adalah 'Abdullôh, Sayyidina 'Umar, Sayyidina 'Utsmân, dan Sayyidina 'Ali Rodhiyallôhu ‘anhu ajma'în. Tingkat keutamaan al-Khulafâ` ar-Rôsyidûn tersebut sesuai dengan urutan mereka dalam menjabat sebagai kholîfah. Mereka adalah sahabat terbaik yang mendapat kabar gembira dari Baginda Rosul Shollallôhu ‘alayhi wa sallam, kemudian diikuti oleh enam sahabat lainnya, yaitu Tholhah, Zubayr, 'Abdur Rohmân, Sa'd, Sa'îd, dan 'Âmir Rodhiyallôhu ‘anhum ajma'în.

Hawqolah

Lâ hawla walâ quwwata illâ billâh al-'aliyy al-'azhîm atau disingkat dengan hawqolah, mempunyai makna, "Tidak ada daya untuk menghindari maksiat, dan tidak ada kekuatan untuk melakukan ketaatan, kecuali dengan pertolongan Alloh Yang Maha Luhur dan Maha Agung." Ucapan ini menetapkan keluhuran dan keagungan kepada Alloh Subhânahu wa ta’âlâ, dan meniadakan daya upaya dan kekuatan pada setiap hamba sebagai tanda keikhlasan kepada Alloh Subhânahu wa ta’âlâ. Sebagian ulama mengatakan:

صحح عملك بالإخلاص وصحح إخلاصك بالتبري من الحول والقوة
Perbaiki perbuatanmu dengan ikhlas, dan perbaiki keikhlasanmu dengan membebaskan diri dari daya upaya dan kekuatan.

Di samping itu, hawqolah juga disebut sebagai ghirôs al-jannah (tanaman surga). Diriwayatkan dalam hadits mi'rôj, bahwa ketika Rosululloh Shollallôhu ‘alayhi wa sallam melihat Nabi Ibrôhîm 'Alayhis salâm sedang duduk di atas kursi dari zabarjab hijau di dekat pintu surga, Nabi Ibrôhîm 'Alayhis salâm berkata kepada Baginda Muhammad Shollallôhu ‘alayhi wa sallam, "Perintahkan ummatmu untuk memperbanyak tanaman surga, karena tanah surga itu baik dan luas." Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam bertanya, "Apa tanaman surga itu?" Nabi Ibrôhîm 'Alayhis salâm berkata, "lâ hawla wa lâ quwwata illa billâh al-'aliyy al'azhîm."

Diantara keistimewân hawqolah, dijelaskan dalam hadits  berikut:

من قال كل يوم لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم مائة مرة لم يصبه فقر أبدا
Barangsiapa membaca "lâ hawla wa lâ quwwata illâ billâh al-'aliyy al-'azhîm" setiap hari sebanyak seratus kali, maka ia tidak akan terkena kefakiran selamanya.

إذا نزل بالإنسان مهم وتلا لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم ثلاثمائة مرة فرج الله عنه
Jika seseorang mendapatkan suatu perkara penting kemudian ia membaca "lâ hawla wa lâ quwwata illâ billâh al-'aliyy al-'azhîm", maka Alloh akan memberinya keluasan.

Wallôhu a'lamu bish showâb
ــــــــــــــــــــــــــــــــ
Referensi:
1. Safînah an-Najâ
2. Kâsyifah as-Sajâ
FB Comments
0 Blogger Comments

0 comments:

Posting Komentar

Home