Tahlil dan Dzikir setelah Sholat tidak Tertib Mushhaf?

Tanya

Setahu saya, dalam membaca al-Qur'an al-Karim itu harus mengikuti tertib mushaf. Artinya sesuai dengan urutan surat dan ayat sebagaimana tertulis dalam mushaf. Aturan ini tentu tidak hanya berlaku dalam shalat, tetapi juga di luar shalat. Lalu bagaimana dengan susunan dzikir setelah shalat dan susunan tahlil yang biasa dipraktikkan di masyarakat kita, sepertinya tidak mematuhi aturan tertib mushaf tersebut. Mohon penjelasan.

Catatan:

Susunan dzikir setelah shalat: istighfar > la ilaaha illallah dst > allohumma ajirni dst > allohumma antas salam dst > allohumma a'inni > fatihah (1) > qulhu (112) > falaq (113) > binnas (114) > ayat kursi (2) dst.

Susunan tahlil: istighfar > fatihah (1) > qulhu (112) > falaq (113) > binnas (114) > fatihah (1) > awal surat al-baqarah (2) > ayat kursi (2) > akhir surat baqarah (2) dst.

(Sahabat di Serang Baru)

Jawab (oleh: Hasan Basri Hambali)

Membaca al-Qur’an al-Karim dengan mengikuti tertib mushhaf adalah hal yang disunnahkan, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fath al-Muîn dan Hâsyiyah-nya sebagai berikut:

وأن يقرأ على ترتيب المصحف وعلى التوالي ما لم تكن التي تليها أطول
Dan disunnatkan mengikuti tertib mushhaf dan membaca surat secara berurutan, selama surat berikutnya tidak lebih panjang. (Fath al- Muîn, Juz 1 halaman 150)

(قوله على ترتيب المصحف) أي بأن يقرأ الفلق ثم قل أعوذ برب الناس فلو عكس كان خلاف الأولى
(Perkataan mu’allif: sesuai tertib mushhaf) yakni, dengan membaca surat al-Falaq kemudian qul a’ûdzu birobbin nâs, jika sebaliknya maka hukumnya khilâf al-awlâ. (Hâsyiyah I’ânah ath-thôlibîn, Juz 1 halaman 150)

Imam an-Nawawiy dalam kitab at-Tibyân fî Âdâb Hamalah al-Qur’ân menjelaskan: 

[فصل] قال العلماء الاختيار أن يقرأ على ترتيب المصحف فيقرأ الفاتحة ثم البقرة ثم آل عمران ثم ما بعدها على الترتيب وسواء قرأ في الصلاة أو في غيرها حتى قال بعض أصحابنا إذا قرأ في الركعة الأولى سورة قل أعوذ برب الناس يقرأ في الثانية بعد الفاتحة من البقرة قال بعض أصحابنا .......... ولو خالف الموالاة فقرأ سورة لا تلي الأولى أو خالف الترتيب فقرأ سورة ثم قرأ سورة قبلها جاز فقد جاء بذلك آثار كثيرة وقد قرأ عمر بن الخطاب رضي الله عنه في الركعة الأولى من الصبح بالكهف وفي الثانية بيوسف وقد كره جماعة مخالفة ترتيب المصحف وروى ابن أبي داود عن الحسن أنه كان يكره أن يقرأ القرآن إلا على تأليفه في المصحف وباسناده الصحيح عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه أنه قيل له إن فلانا يقرأ القرآن منكوسا فقال ذلك منكوس القلب

(Pasal) Ulama berkata, “Sebaiknya membaca al-Qur’an sesuai tertib mushhaf, pertama membaca fatihah, kemudian al-Baqoroh, kemudian ‘Ali Imrôn, kemudian surat selanjutnya secara tertib, baik dalam sholat maupun selain sholat. Sehingga sebagian ashhâb kita mengatakan, “Jika pada roka’at pertama membaca qul a’ ûdzu birobbin nâs, maka pada roka’at kedua setelah Fâtihah membaca surat al-Baqoroh.” ……… Jika menyalahi urutan, yaitu membaca surat yang tidak terletak setelah surat yang pertama, atau menyalahi tertib, yaitu membaca surat kemudian membaca surat yang posisinya sebelum surat yang pertama, maka hukumnya boleh. Sungguh banyak atsâr yang meriwayatkan hal itu, seperti Sayyidina ‘umar bin Khoththôb Rodhiyallôh ‘anhu yang membaca surat al-Kahfi pada roka’at pertama sholat shubuh dan membaca surat Yûsuf pada roka’at kedua. Segolongan ulama memakruhkan menyalahi tertib mushhaf. Diriwayatkan  oleh ibnu Abî  Dâwud dari al-Hasan bahwa ia tidak senang membaca al-Qur’an kecuali sesuai susunan dalam mushhaf. Dan diriwayatkan dengan sanad yang shohîh dari ‘Abdullôh bin Mas’ûd Rodhiyallôh ‘anhu, bahwa dikatakan padanya bahwa si fulan membaca al-Qur’an secara tidak berurutan. Ia berkata, “orang itu terbalik hatinya”. (at-Tibyân f î Âdâb Hamalah al-Qur’ ân, halaman 98-99)

Dengan memperhatikan penjelasan ulama di atas, maka dapat disimpulkan:

1. Membaca al-Qur’an sesuai dengan tertib mushhaf hukumnya sunnat.

2. Membaca al-Qur’an dengan menyalahi tertib mushhaf hukumnya boleh menurut sebagian pendapat, dan makruh menurut pendapat yang lain.

Menurut kami, susunan bacaan dzikir setelah sholat dan tahlil (seperti dalam pertanyaan) tidak menyalahi tertib mushhaf, karena setelah sampai kepada surat terakhir, yaitu surat an-Nâs (surat ke-114), maka kembali membaca surat fâtihah (surat ke-1) atau al-Baqoroh (surat ke-2) adalah tertib menurut  Ashhâb Syafi’i sebagaimana dikutip oleh Imam Nawawiy Rohimahullôh di atas. Susunan seperti ini juga ditemukan dalam beberapa hizb atau amalan para ulama yang tidak diragukan kadar keilmuan dan kesalehannya.

Dalam al-Hizb as-Suryâniy yang merupakan salah satu amalan al-Quthb ar-Robbâniy asy-Syaykh ‘Abdul Qôdir al-Jîlâniy Rohimahullôh ditemukan susunan sebagai berikut: 1). surat al-Ikhlâsh (Surat ke-112); 2). surat al-Falaq (surat ke-113); 3). surat an-Nâs (surat ke-114); 4). surat al-Fâtihah (surat ke-1); 5). surat al-Baqoroh (surat ke-2) ayat 163; 6). surat al-Baqoroh (surat ke-2) ayat  255; 7). dan seterusnya.

Demikian pula dalam al-Wird al-Lathîf yang disusun oleh Quthb al-Irsyâd Syaykh ‘Abdullôh bin ‘Alawiy al-Haddâd Rohimahullôh, ditemukan susunan sebagai berikut: 1). surat al-Ikhlâsh (Surat ke-112); 2). surat al-Falaq (surat ke-113); 3). surat an-Nâs (surat ke-114); 4). surat al-Mu’minûn (surat ke-23) ayat 97; 5). surat al-Mu’minûn (surat ke-23) ayat 115-118; 6). surat ar-Rûm (surat ke-30) ayat 17-19; 7). dan seterusnya. Susunan seperti ini juga dapat ditemukan dalam Rôtib al-Haddâd dan beberapa wirid yang lainnya.

Wall ôhu a’lam bish showâb
FB Comments
0 Blogger Comments

0 comments:

Posting Komentar

Home