Hukum Puasa Rajab

TANYA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Mohon penjelasan mengenai hukum puasa di bulan Rajab, karena saya pernah mendengar ada ustadz di salah satu siaran radio yang menyebutnya sebagai perbuatan bid’ah dan hadîts-hadîts yang menganjurkan puasa tersebut adalah hadits palsu, sedangkan di kampung kita puasa ini sudah biasa dilakukan dan para guru kita selalu menganjurkannya. Terima kasih.

(Jama’ah Pengajian Rutin Masjid Jami’ Darush Showab)

JAWAB


Wa’alaikum salam Wr. Wb.

Hukum puasa Rajab adalah sunnah, bagi yang melaksanakannya mendapatkan pahala dan keutamaan yang besar. Demikian pendapat para ulama sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar al-Haytamiy dalam al-Fatâwâ al-Fiqhiyyah al-Kubrô dan Ibnu Sholâh dalam Fatâwâ-nya. Berikut beberapa dalil yang menjadi dasar hukum kesunnahan puasa bulan Rajab tersebut:

1.      Beberapa hadîts shohîh yang menganjurkan puasa sunnah secara umum

Nabi Shollallôhu ‘Alayhi Wasallam bersabda:

«يَقُولُ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إلَّا الصَّوْمَ»
Alloh Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman: setiap amal anak cucu Adam adalah baginya, kecuali puasa.

Nabi Shollallôhu ‘Alayhi Wasallam bersabda:

«لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ»
Sungguh bau mulut orang yang berpuasa menurut Alloh lebih wangi daripada minyak misik.

«إنَّ أَفْضَلَ الصِّيَامِ صِيَامُ أَخِي دَاوُد كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا»
Sesungguhnya sebaik-baiknya puasa adalah puasa saudaraku Dâwûd, ia selalu berpuasa satu hari dan tidak berpuasa pada satu hari berikutnya.

Hadîts-hadîts di atas menunjukan keutamaan puasa secara umum, sehingga puasa di bulan Rajab termasuk dalam keumuman kandungan hadits-hadits tersebut, karena tidak ada satupun riwayat yang mengecualikannya.

Sedangkan argumentasi yang menyebutkan bahwa bulan rajab adalah bulan yang diagungkan oleh orang-orang jahiliyyah, sehingga kaum muslimin tidak sepatutnya mengagungkan bulan tersebut, ini adalah argumentasi yang tidak dapat diterima, karena tidak semua yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah harus dijauhi, kecuali kalau ada dalil syar’iy yang melarangnya. Sebuah kebaikan tidak harus ditinggalkan hanya karena dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak baik (bâthil).

2.    Keutamaan puasa pada bulan-bulan yang dimuliakan (al-asyhur al-hurum)

Ibnu Sholâh mengatakan bahwa hadîts-hadîts yang menjelaskan keutamaan puasa khususnya pada al-asyhur al-hurum (termasuk bulan Rajab) dianggap cukup sebagai dalil kesunnahan puasa di bulan Rajab.

Diantaranya yang diriwayatkan dalam Sunan Abû Dâwûd dari Mujîbah al-Bâhiliyah dari bapaknya atau pamannya, al-Bâhiliy. Sahabat Al-Bâhiliy ini mendatangi Rosûlullôh Shollallôhu ‘Alayhi Wasallam, kemudian ia pulang ke kampungnya. Satu tahun kemudian dia datang lagi menemui Rosûlullôh Shollallôhu ‘Alayhi Wasallam dan keadaan fisiknya telah berubah.
Al-Bâhiliy berkata: “Ya Rasulullah, apakah Anda masih mengenal saya?”
Rosul bertanya:  “Siapa anda?”
Al-Bâhiily menjawab: “Saya Al-Bâhiliy, yang dulu pernah datang menemui Anda setahun yang lalu.”
Rosûlullôh kembali bertanya: “Apa yang terjadi dengan anda, padahal dulu anda berbadan segar?”
Al-Bâhiliy menjawab: “Saya tidak pernah makan, kecuali malam hari, sejak saya berpisah dengan Anda.”
Rosulullôh Shollallôhu ‘Alayhi Wasallam bertanya: “kenapa engkau menyiksa dirimu?”
Lalu Rosûlullôh Shollallôhu ‘Alayhi Wasallam bersabda:
»صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ, وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ«
“Berpuasalah di bulan sabar (Ramadhan), dan puasa sehari pada setiap bulan.”
Al-Bâhiliy berkata: “tambahkanlah untukku, karena aku masih kuat”.
Rosûlllôh bersabda: “berpuasalah dua hari (pada setiap bulan)”.
Al-Bâhiliy berkata: “tambahkanlah untukku”.
Rosûlllôh bersabda: “berpuasalah tiga hari (pada setiap bulan)”.
Al-Bâhiliy berkata: “tambahkanlah untukku”.
Rosûlllôh bersabda:
»صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ, صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ, صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ «
“Berpuasalah pada sebagian bulan haram lalu jangan puasa, berpuasalah pada sebagian bulan haram lalu jangan puasa, berpuasalah pada sebagian bulan haram lalu jangan puasa.”

Ibnu Hajar al-Haytamiy mengatakan bahwa dalam riwayat lain nabi Shollallôhu ‘Alayhi Wasallam bersabda:
»صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ بَعْدَهُ وَصُمْ الْأَشْهُرَ الْحُرُمَ»
“Berpuasalah pada bulan sabar (Ramadhan) dan tiga hari pada selain bulan Ramadhan, dan berpuasa pada bulan-bulan haram”.

Kedua riwayat hadîts ini memuat nash perintah berpuasa pada bulan Rajab, karena Rajab termasuk bulan haram, baik pada keseluruhan bulan seperti dalam riwayat kedua, maupun pada sebagiannya seperti dalam riwayat pertama. Adapun perintah Nabi Shollallôhu ‘Alayhi Wasallam kepada al-Bâhiliy untuk meninggalkan puasa, karena al-Bâhiliy pernah merasa berat melaksanakannya seperti yang terdapat dalam permulaan hadîts. Demikian penjelasan para ulama.

3.    Keutamaan puasa bulan rajab secara khusus

Hadîts riwayat al-Bayhaqiy dalam Syu’ab al-Îmân:

«انَّ فِي الْجَنَّةِ نَهْرًا يُقَالُ لَهُ رَجَبٌ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنْ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنْ الْعَسَلِ, مَنْ صَامَ مِنْ رَجَبٍ يَوْمًا سَقَاهُ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ النَّهْرِ»
Sesungguhnya di surga terdapat sebuah sungai yang dinamakan “Rajab”, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis daripada madu, barangsiapa yang berpuasa satu hari pada bulan Rajab maka Alloh akan memberinya minum dari sungai tersebut.

Diriwayatkan dari ‘Abdullôh bin Sa’îd dari bapaknya, bahwa Rosulullôh Shollallôhu ‘Alayhi Wasallam bersabda:

«مَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ كَانَ كَصِيَامِ سَنَةٍ وَمَنْ صَامَ سَبْعَةَ أَيَّامٍ غُلِّقَتْ عَنْهُ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ, وَمَنْ صَامَ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ, وَمَنْ صَامَ عَشَرَةَ أَيَّامٍ لَمْ يَسْأَلْ اللَّهَ شَيْئًا إلَّا أَعْطَاهُ إيَّاهُ, وَمَنْ صَامَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا نَادَى مُنَادٍ مِنْ السَّمَاءِ قَدْ غُفِرَ لَك مَا سَلَفَ فَاسْتَأْنِفْ الْعَمَلَ وَقَدْ بُدِّلَتْ سَيِّئَاتُك حَسَنَاتٍ, وَمَنْ زَادَ زَادَهُ اللَّهُ».
Barangsiapa yang berpuasa satu hari pada bulan Rajab, maka (keuatamaannya) seperti puasa satu tahun; barangsiapa yang berpuasa tujuh hari, maka ditutup baginya pintu-pintu neraka jahannam; barangsiapa yang berpuasa delapan hari, maka dibuka baginya delapan pintu surga; barangsiapa yang berpuasa sepuluh hari, maka tidaklah ia memohon sesuatu kecuali Alloh akan memberinya; barangsiapa yang berpuasa lima belas hari, maka ada suara yang memanggil dari langit “dosa-dosamu yang terdahulu telah diampuni, mulailah beramal, keburukanmu telah diganti dengan kebaikan;" barangsiapa yang menambah (puasanya) maka Alloh akan menambah (keutamaannya).

Diriwayatkan dari Abû Hurayroh Rodhiyallôhu 'Anhu

«أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَمْ يَصُمْ بَعْدَ رَمَضَانَ إلَّا رَجَبَ وَشَعْبَانَ»
bahwasanya Nabi Shollallôhu ‘Alayhi Wasallam tidak berpuasa setelah bulan Ramadhan kecuali pada bulan Rajab dan Sya’ban.

Hadîts-hadits di atas adalah hadîts dho’îf (lemah), bukan hadîts mawdhû’ (palsu) sebagaimana klaim dari sementara pihak. Sedangkan hadîts dho’îf, menurut kesepakatan ulama, dapat dipergunakan dalam fadhô`il al-a’mâl (keutamaan amal) seperti penetapan kesunnahan puasa Rajab.

Wallôh a’lam bish showâb.
____________________
Referensi:
Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, J. 4 h. 94-95.
Ibnu Hajar al-Haytamiy, al-Fatâwâ al-Fiqhiyyah al-Kubrô, J. 2 h. 53-55.
Ibnu Sholâh, Fatâwâ Ibni Sholâh, h. 180.

FB Comments
0 Blogger Comments

0 comments:

Posting Komentar

Home