Kunci Sukses dalam Berdakwah


وعليك: إذا أمرت أو نهيت بالإخلاص لله تعالى، والرفق، وحسن السياسة، وإظهار الشفقة. فما اجتمعت هذه الخصال في عبد مع كونه عاملاً بما أمر به مجتنباً لما نهى عنه إلا كان لكلامه صولة وهيبة في الصدور ووقع في القلوب وحلاوة في الأسماع. وقل أن يُرَدَّ عليه مع هذا كلامه إه
[رسالة المعاونة ص: 26]

Jika kamu melakukan amar ma'ruf nahyi munkar, hendaklah disertai dengan keikhlasan, kelembutan, strategi yang baik dan menampakkan rasa kasih sayang. Apabila (empat) perkara ini ada pada diri seorang hamba, dan hamba tersebut melakukan apa yang ia perintahkan serta menjauhi perbuatan yang ia larang, maka ucapannya akan menghujam dalam dada, menyentuh hati dan terasa manis di telinga. Jarang sekali ucapan hamba tersebut mendapat penolakan dari pendengarnya. [Risalatul Mu'awanah hal. 26]

Asy-Syaikh al-Imam al-Habib Abdulloh bin 'Alawy al-Haddad berpesan kepada kaum muslimin untuk mengamalkan empat kunci kesuksesan dalam berdakwah, yaitu ikhlas, kelembutan, strategi yang baik dan menampakkan rasa kasih sayang kepada orang yang kita ajak ke jalan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala.

Ikhlas menempati posisi pertama, mengingat seluruh amal sangat bergantung kepada keikhlasan niat pelakunya. Sebagai hamba Alloh Subhanahu Wa Ta'ala, setiap amal yang kita lakukan - termasuk dakwah ilalloh - harus diawali dengan niat yang baik disertai penuh keikhlasan mengharap ridho dan pahala dari Alloh Subhanahu Wa Ta'ala.

Kunci kedua adalah lemah lembut. Mengajak kepada kebaikan (amar ma'ruf) dan mencegah kemunkaran (nahyi munkar) hakikatnya adalah menyentuh dan mengetuk hati seseorang agar mau mengikuti jalan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala, sedangkan hati hanya dapat disentuh dengan hati yang ikhlas disertai dengan kelembutan cara menyampaikannya.

Ketiga adalah strategi (siyasah) yang baik. Orang atau pihak yang menjadi objek dakwah tentu tidak sama. Dari segi tata bahasa, mengajak orang yang cenderung percaya kepada pribadi yang mengajak (kholidz dzihni) tentu berbeda dengan mengajak orang yang ragu-ragu (mutaroddid) atau orang yang inkar (munkir). Di samping itu, penyesuaian terhadap situasi, baik tempat maupun waktu, juga pertimbangan kondisi dan karakter dasar orang yang akan diajak kepada kebaikan tentu perlu mendapat perhatian dalam berdakwah.
Kunci kesuksesan yang keempat adalah menunjukan rasa kasih sayang. Orang akan tertarik mengikuti ajakan seseorang apabila mengetahui dan menyadari bahwa ajakan tersebut akan membawanya kepada kebaikan dan kebahagiaan.

Keempat kunci kesuksesan tersebut tidak akan memberikan pengaruh terhadap keberhasilan dakwah apabila tidak disertai dengan contoh dan suri tauladan. lisanul hal afshohu min lisanil maqol, bahasa tindakan lebih fasih daripada bahasa ucapan.

Wallohu a'lamu bish-showab.

Wali Berbuat Salah atau Dosa?


Syaikh ‘Abdulloh bin ‘Alawi al-Haddad ra. ditanya oleh as-Sayyid Abu Bakar bin Syaikh as-Saqqaf al-‘Alawi ra. mengenai perbuatan buruk yang dilakukan oleh orang yang sudah mencapai derajat ma’rifat kepada Alloh Swt. (al-‘arif billah).

Beliau ra. menjawab bahwa al-‘arif adalah seseorang yang beriman kepada Alloh Swt dengan sebenar-benarnya. Dengan dasar keimanan tersebut, dia mentaati segala perintah Alloh Swt. dan menjauhi segala larangan-Nya. Al-‘Arif senantiasa memperbanyak amalan sunnah dalam upaya mendekatkan diri kepada Alloh Swt. Dengan amalan-amalan tersebut, dia menemukan cahaya kebahagiaan, sesuatu yang gaib seakan nyata di depan mata, dan Alloh Swt menunjukkan jalan kebenaran dan memberinya ilmu yang bermanfaat.

Orang yang ma’rifat, walaupun sudah mencapai derajat yang tinggi, bisa saja melakukan kesalahan dan mendapat hukuman atas kesalahannya. Karena, puncak dari ma’rifat adalah diangkatnya seseorang menjadi kekasih Alloh Swt. (wali), dan puncak dari kewalian adalah terpelihara dari perbuatan dosa (mahfuzh).

Dengan demikian, perbuatan baik (amal sholih) yang dilakukan oleh orang yang ma’rifat pahalanya jauh lebih besar daripada perbuatan baik yang dilakukan oleh orang yang belum ma’rifat. Demikian pula sebaliknya, perbuatan buruk yang ia perbuat akan mendapat balasan lebih berat daripada orang yang belum ma’rifat. Hal ini terjadi karena kedekatannya kepada Alloh Swt., sehingga bisa jadi apabila ia melakukan dosa kecil akan mendapat hukuman dari Alloh sebagaimana orang lain melakukan dosa besar.

Diceritakan bahwa seorang al-‘arif billah ketika sholat membayangkan dirinya melakukan maksiat, maka sekujur tubuhnya berubah warna menjadi hitam dalam beberapa saat.

Suatu hari Imam Junaid al-Baghdadi melihat seorang fakir yang sedang meminta-minta, lalu ia berbisik dalam hatinya: “jika orang ini mau berusaha, tentu hidupnya akan lebih baik”. Pada saat malam datang, beliau bergegas melaksanakan wiridnya, namun ia tidak lagi menemukan kenikmatan dalam berdzikir hingga ia terkantuk dan terlelap dalam tidur. Dalam mimpinya ia melihat orang fakir tadi, kemudian ada yang berkata padanya: “makanlah dagingnya, karena sungguh engkau telah mengumpatnya”. Imam Junaid berkata: “subhanalloh, sungguh itu hanya ucapan hati”. Lalu terdengar lagi ucapan: “perbuatan tersebut tidak layak bagi orang sepertimu (sudah mencapai derajat ma’rifat)”.

Terjemah bebas dari Kitab an-Nafa’is al-‘Ulwiyyah fil Masa’il ash-Shufiyah, karya Syaikh ‘Abdulloh bin ‘Alawi al-Haddad ra. (halaman 14-15)
Home