Sifat Wajib bagi Alloh Swt. al-Ilmu (Alloh Maha Mengetahui)


MAKNA SIFAT ILMU 

Salah satu sifat wajib bagi Alloh Swt. adalah sifat ilmu, yaitu Alloh Maha Mengetahui, mustahil jahl artinya Alloh tidak mengetahui. Setiap muslim wajib meyakini sifat tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu dasar dalam kehidupan dalam rangka meraih keridhoan Alloh Swt.

Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang wajib, mustahil maupun ja’iz. Pengetahuannya bersifat menyeluruh (ihathoh) tanpa didahului oleh ketidaktahuan.(1)

Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu yang telah terjadi di masa lampau, sedang terjadi, maupun akan terjadi di masa yang akan datang. Pengetahuan Alloh terhadap suatu peristiwa yang akan terjadi tidak bertambah jelas dengan terjadinya peristiwa itu pada waktunya, karena ilmu-Nya bersifat ihathoh dan tidak diliputi oleh dimensi waktu.(2)

Berbeda dengan Alloh Swt., selain peristiwa yang dipastikan oleh Alloh Swt. akan terjadi (seperti kiamat, surga dan neraka), manusia tidak mengetahui peristiwa yang akan terjadi kecuali hanya sekedar perkiraan yang didasarkan pada indikasi-indikasi, seperti mendung tanda akan turunnya hujan, atau sesuatu yang merupakan kebiasaan (‘adah) yang diberlakukan oleh Alloh Swt. di alam semesta ini (hukum alam atau sunnatulloh) seperti terbitnya matahari esok hari dan terbakarnya kulit apabila terkena api. Perkiraan manusia dan kebiasaan-kebiasaan tersebut menjadi jelas apabila Alloh mewujudkan peristiwa-peristiwa tersebut sesuai dengan kehendak-Nya.(3)

Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu baik secara global maupun terperinci, baik kulliyat maupun juz’iyyat, tiada suatu apapun yang terhalang dari pengetahuan Alloh Swt.(4) 


DALIL SIFAT ILMU 

Dalil Naqli sifat ilmu diantaranya adalah firman Alloh Swt.

..... وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (الحديد : ٣)

“..... dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Hadid : 3)

Sedangkan dalil ‘aqli bahwa Alloh Swt. memiliki sifat ilmu adalah keberadaan (eksistensi) makhluk. Jika Alloh Swt. tidak mengetahui tentu Ia tidak memiliki kehendak (irodah) dan kekuasaan (qudroh), dengan demikian, eksistensi makhluk yang menunjukan kehendak dan kekuasaan Alloh meniscayakan adanya pengetahuan (ilmu) Alloh Swt. Bukankah adanya perbuatan manusia menunjukan adanya kemampuan, keinginan dan pengetahuannya? (5) Perumpamaan ini hanya untuk mempermudah pemahaman (ta’aqqul), bukan untuk menyerupakan, karena hakikat ilmu Alloh berbeda dengan ilmu manusia, demikian pula sifat-sifat yang lainnya, wa lillah al-mastalul a’la.


HIKMAH BERIMAN KEPADA SIFAT ILMU

Keyakinan bahwa Alloh Swt. memiliki pengetahuan terhadap segala sesuatu tentunya akan melahirkan sikap dan prilaku terpuji pada diri manusia. Orang yang meyakini bahwa Alloh Maha Mengetahui akan menata diri dan senantiasa melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, karena ia meyakini bahwa segala perbuatannya, termasuk isi hatinya, tidak luput dari pengetahuan Alloh Swt. Oleh karena itu, perbuatan tercela hanya muncul dari orang yang tidak meyakini adanya ilmulloh, atau sekurang-kurangnya lupa akan kemahatahuan Alloh Swt.

Keyakinan terhadap sifat ilmu seyogyanya menimbulkan kesadaran tentang keterbatasan ilmu manusia dan pengetahuan yang dimiliki manusia semata-mata karunia dari Alloh Swt.

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (النحل : ٧٨)

"dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (QS. an-Nahl : 78)

Pada ayat ini Alloh Swt. menjelaskan bahwa manusia ketika dilahirkan tidak memiliki pengetahuan apapun, kemudian Alloh melengkapi manusia dengan pendengaran, penglihatan dan hati agar dapat memperoleh ilmu dan pengetahuan.(6)

Dengan demikian, keyakinan terhadap kesempuraan ilmu Alloh, dan kesadaran akan keterbatasan ilmu manusia, selayaknya menjadi pendorong untuk senantiasa menuntut ilmu tanpa dibatasi dengan jenjang usia. Kewajiban menuntut ilmu biasanya hanya disandarkan kepada anak-anak usia sekolah. Kita sering bertanya kepada mereka, kenapa tidak sekolah? kenapa tidak mengaji? Padahal kewajiban tersebut berlaku bagi setiap muslim sesuai dengan tingkat usia dan daya nalarnya. Di samping itu, kebanyakan muslim merasa berdosa jika tidak melaksanakan sholat atau tidak mengeluarkan zakat, tapi sedikit sekali pribadi muslim yang merasa berdosa apabila ia tidak menuntut ilmu.

Nabi Muhammad Saw. bersabda:

طلب العلم فريضة على كل مسلم فاغد أيها العبد عالمًا أو متعلمًا ولا خير فيما بين ذلك (الديلمى عن على)
أخرجه الديلمى (2/437 ، رقم 3908) .

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Wahai hamba Alloh, hendaklah kamu menjadi orang yang mengajarkan ilmu kepada orang atau menimba ilmu dari orang lain, dan tidak ada kebaikan di antara keduanya. (HR. ad-Dailamiy dari Sayyidina Ali ra.)(7)


REFERENSI:
(1) Ibrohim al-Bayjuriy, Tuhfatul Murid ‘ala Jawharotut Tawhid, (Surabaya: al-Haromain, t.t.), h. 43
(2) Ibid
(3) Ibid
(4) Ibid
(5) ‘Ali bin Muhammad ash-Shofaqosiy, Taqribul Ba’id ila Jawharotit Tawhid, (Maktabah Syamilah), h. 50
(6) Fakhruddin ar-Roziy, at-Tafsir al-Kabir wa Mafatihul Ghayb, (Maktabah Syamilah), J. 9, h. 441
(7) Jalaluddin as-Suyuthiy, al-jami’ al-Kabir, (Maktabah Syamilah), h. 14080

Belajar Sepanjang Hayat

DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) Masjid Jami' Darush Showab menyelenggarakan program Keaksaraan Fungsional Berbasis Masjid (KFBM) yang merupakan program Dewan Masjid Indonesia Provinsi Jawa Barat. Kegiatan dilaksanakan mulai tanggal 29 Nopember 2010 dan akan berakhir pada 30 Desember 2010. Warga Belajar (WB) yang mengikuti kegiatan ini mendapat bimbingan pembelajaran CALISTUNG (Membaca, Menulis dan Berhitung). 


Para WB nampak sangat antusias mengikuti kegiatan belajar, mereka sangat senang mendapat pengalaman baru dalam program KFBM ini. Setelah mengikuti kegiatan ini, minimal mereka dapat membaca SMS, menulis SMS dengan baik sehingga dapat dibaca orang, dan dapat menghitung angsuran panci yang belum lunas, he. (Admin)

Bepergian pada Hari Jum'at


Tanya:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Mohon penjelasan mengenai hukum bepergian pada hari Jum’at!

(Jama’ah Masjid Al-Huda, Galang - Sukamukti)

Jawab:

Wa’alaikum Salam Wr. Wb.

Bepergian pada hari jum’at hukumnya boleh (ja’iz) apabila perjalanannya dimulai sebelum terbit fajar (sebelum masuk waktu shubuh). Sedangkan bepergian setelah terbit fajar hukumnya haram, kecuali ia memperkirakan dapat melaksanakan sholat jum’at baik di perjalanan maupun di tempat tujuan. Demikian semoga bermanfaat.

Walloh A'lam Bishshowab

ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
( و ) حرم على من تلزمه الجمعة وإن لم تنعقد به ( سفر ) تفوت به الجمعة، كأن ظن أنه لا يدركها في طريقه أو مقصده ولو كان السفر طاعة مندوبا أو واجبا ( بعد فجرها ) أي فجر يوم الجمعة إلا إن خشي من عدم سفره ضررا كانقطاعه عن الرفقة فلا يحرم إن كان غير سفر معصية ولو بعد الزوال إه فتح المعين - ج 2 / ص 96

Perubahan Arah Kiblat


Tanya:

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Bagaimana sikap kita menanggapi berita tentang perubahan arah kiblat, apa hukumnya dan bagaimana caranya? Syukron katsiro

(Seorang Sahabat di Balekambang, Setu)

Jawab:

Wa'alaikum salam Wr.Wb.

Sebenarnya tidak ada perubahan arah kiblat, yang terjadi adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) merubah fatwa mengenai arah kiblat. Hal tersebut disampaikan Hasanuddin, Sekretaris Komisi Fatwa MUI. Menurut Hasanuddin, sebelumnya MUI mengeluarkan fatwa pada 3 Februari yang mengatakan bahwa arah kiblat adalah menghadap ke barat. Namun, fatwa tersebut mendapat respons dari masyarakat, khususnya golongan syafii, yang menilai bahwa MUI tidak tepat karena seharusnya kiblat menghadap ke barat laut. Oleh karena itulah, fatwa arah kiblat pada 3 Februari ditinjau kembali sehingga dikeluarkanlah fatwa No 5 tanggal 1 Agustus yang mengakomodasi pendapat lain dari masyarakat. (Sumber: kompas.com)

Isu perubahan arah kiblat akhir-akhir ini biasanya dikaitkan dengan gempa yang terjadi di Chile. Pakar astronomi dari lembaga penerbangan dan antariksa nasional (LAPAN) Prof Dr Thomas Djamaluddin membantah pemberitaan bahwa pergeseran lempengan bumi akibat gempa Chile telah menggeser arah kiblat sekitar 30 centimeter lebih ke kanan. "Tidak ada pergeseran arah kiblat oleh pergeseran lempeng atau sebab lain. Pernyataan tersebut mungkin salah kutip atau salah persepsi, tetapi berpotensi meresahkan masyarakat." Ia menegaskan, pergeseran lempeng yang mengubah peta bumi termasuk mengubah arah kiblat, memerlukan waktu jutaan tahun.(Sumber: tvone.co.id)

Ulama sepakat bahwa menghadap kiblat adalah salah satu syarat sah sholat. Hal ini didasarkan pada firman alloh Swt.

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلأتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُون

dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu, (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqoroh 150)

Para ulama juga sepakat bahwa orang yang dapat melihat ka'bah harus menghadap tapat ke ka'bah dengan yakin. Sedangkan orang yang tidak melihat ka'bah, semua madzhab selain madzhab Syafi'i (Hanafi, Maliki dan Hambali) mengatakan cukup menghadap arah ka'bah. Sementara madzhab Syafi'i tetap mengharuskan menghadap tepat ke ka'bah ('ain al-ka'bah).
(Sumber: Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, Maktabah Syamilah, J. 1 hal. 667-669)

Dengan demikian, masjid yang pada saat pendiriannya telah diukur dengan menggunakan pedoman arah kiblat dan kompas, begitupula masjid yang shof-nya (barisan sholat) telah diukur, maka arah kiblatnya sudah tepat dan tidak perlu dirubah (walaupun tingkat akurasi kompas tidak 100%).

Selain kompas, ada beberapa software yang dapat membantu menunjukkan arah kiblat seperti "Qibla Locator" yang termuat dalam situs web www.qiblalocator.com. Kita juga dapat menentukan arah kiblat dengan melihat bayangan matahari. Abuya KH. Ahmad Damiri (W. 1997) pendiri Pesantren Darush Showab, dalam risalahnya tentang pedoman arah kiblat menjelaskan bahwa arah kiblat dapat diketahui pada setiap tanggal 30 Mei dan 16 Juli pada jam 16.27. Pada kedua waktu tersebut matahari berada tepat di atas ka'bah, sehingga bayangan benda yang berdiri tegak tepat mengarah ke ka'bah baitulloh.

Demikian penjelasan kami semoga bermanfaat.

Walloh a'lam bish showab

Membersihkan Najis dari Lantai


Tanya:

Bolehkah membersihkan najis mutawassithoh dari lantai licin dengan hanya menyekanya dengan kain basah?

Jawab:

Menurut madzhab Syafi'i, mensucikan najis harus dengan cara dibasuh, sehingga air harus mengalir dan tidak cukup dengan hanya menggunakan lap basah. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, setiap benda yang licin – seperti lantai, kaca, pedang dan pisau – boleh dibersihkan dengan cara diusap dengan lap basah.

Kita boleh mengikuti madzhab Hanafi dengan cara taqlid kepada madzhab tersebut

Berikut ta'bir kitab al-'inayah syarh al-hidayah (hal. 322):

العناية شرح الهداية - ج 1 / ص 322
قَالَ ( وَالنَّجَاسَةُ إذَا أَصَابَتْ الْمِرْآةَ ) إذَا أَصَابَتْ النَّجَاسَةُ جِسْمًا مُكْتَنِزَ الْأَجْزَاءِ صَقِيلًا كَالْمِرْآةِ وَالسَّيْفِ وَالسِّكِّينِ وَنَحْوِهَا (اُكْتُفِيَ بِمَسْحِهِ ؛ لِأَنَّهُ لَا تَتَدَاخَلُهُ النَّجَاسَةُ ) فَلَا يَحْتَاجُ إلَى الْإِخْرَاجِ مِنْ الدَّاخِلِ ( وَمَا عَلَى ظَاهِرِهِ يَزُولُ بِالْمَسْحِ ) وَلَا فَصْلَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الرَّطْبِ وَالْيَابِسِ وَالْعَذِرَةِ وَالْبَوْلِ ( وَالنَّجَاسَةُ إذَا أَصَابَتْ الْمِرْآةَ أَوْ السَّيْفَ اكْتَفَى بِمَسْحِهِمَا ) لِأَنَّهُ لَا تَتَدَاخَلُهُ النَّجَاسَةُ وَمَا عَلَى ظَاهِرِهِ يَزُولُ بِالْمَسْحِ إه

Walloh a'lam bish showab

Ruang Lingkup Fardhu Kifayah



Tanya:

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Fardhu kifayah itu ruang lingkupnya apakah satu kampung, satu desa atau gimana? Mohon jawabannya, syukron.

(Seorang sahabat dari Balekambang Kec. Setu)

Jawab:

Wa'alaikum salam Wr. Wb.

Cakupan fardhu kifayah bergantung pada mahkum alaih (mukallaf), yaitu orang-orang yang terbebani oleh hukum. Misalnya kewajiban kifayah menghidupkan ka'bah dengan ibadah (ihya' al-ka'bah) jatuh kepada seluruh muslim mukallaf di seluruh penjuru dunia dengan syarat istitho'ah. Menyelenggarakan pengurusan jenazah (tajhizul janazah) fardhu kifayah bagi semua orang yang mengetahui adanya kematian dan orang yang tidak tahu karena keteledoran.

Cakupan fardhu kifayah biasanya dijelaskan oleh ulama pada setiap pembahasan perbuatan mukallaf (mahkum fih) yang hukumnya fardhu kifayah.

والله اعلم بالصواب
ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
مراجع:
شرح متن الورقات في أصول الفقه – عبد الكريم الخضير - ج 2 / ص 14
شرح مختصر الروضة - ج 2 / ص 405
عبد الوهاب خلاف - علم أصول الفقه - ج 1 / ص 134
إعانة الطالبين - ج 2 / ص 280

Foto Ulama

Hadrotusy Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari


Dr. K.H. M.A. Sahal Mahfuzh

Habib Luthfi Yahya

 Habib Munzir al-Musawa

K.H. Ma'ruf Amin

K.H. Masduki

 K.H. Ali Mustofa Ya'kub

Foto Ulama

K.H. Ma'mun Nawawi (Alm)
[Pendiri Pesantren Albaqiyatush Sholihat, Cibogo - Cibarusah - Bekasi]


Abuya K.H. Ahmad Damiri (wafat 1997)
[Pendiri Pesantren Darush Showab, Babakan Ciawi - Serang Baru - Bekasi]


K.H. Hambali Ahmad (wafat 2001)
[Pengasuh Pesantren Darush Showab]

Foto Ulama

Prof, Dr. Ali Jum'ah

Prof. Dr. Wahbah Zuhaili


Dr. Sa'id Ramadhan al-Bouti

Habib Umar al-Hafizh


Habib Ali al-Jufri

Sorogan dan Setoran

kegiatan sorogan
Salah satu program unggulan di Pesantren Darush Showab adalah pengajian sorogan dan setoran. Kedua program ini menuntut para santri menguasai kompetensi secara individual. Melalui sorogan, santri diarahkan untuk mampu membaca dan menterjemahkan kitab kuning yang telah ditentukan. Sesuai dengan kajian utama Pesantren Darush Showab, yaitu bidang fiqih, setiap santri diharapkan mampu membaca dan menterjemahkan kitab fiqih, mulai dari kitab Matan Safinah, Matan Ghoyah wa at-Taqrib, Fath al-Qorib sampai Fath al-Mu'in. Kompetensi yang mereka dapatkan melalui sorogan, secara berkala diujikan kepada Ustadz melalui forum setoran.

Fatwa MUI tentang Aborsi


FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
NOMOR : 4 TAHUN 2005 Tentang A B O R S I

Bismillahirrahmaanirrahiim

Majelis Ulama Indonesia, setelah

Menimbang :

bahwa akhir-akhir ini semakin banyak terjadi tindakan aborsi yang dilakukan oleh masyarakat tanpa memperhatikan tuntunan agama;

bahwa aborsi tersebut banyak dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kompetensi sehingga menimbulkan bahaya bagi ibu yang mengandungnya dan bagi masyarakat umumnya;

bahwa aborsi sebagaimana yang tersebut dalam point a dan b telah menimbulkan pertanyaan masyarakat tentang hukum melakukan aborsi, apakah haram secara mutlak ataukah boleh dalam kondisi-kondisi tertentu;

bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum aborsi untuk dijadikan pedoman.

Mengingat :

Firman Allah SWT :

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). (QS. al-An`am[6]:151).

"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa besar." (QS. al-Isra`[17]:31).

"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: "Ya, Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal". Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alas an) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya." (QS. al-Furqan[25]:63-71).

"Hai Manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah." (QS. al-Hajj[22]:5)

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik." (QS: al-Mu`minun[23]:12-14)

"Seseorang dari kamu ditempatkan penciptaannya di dalam perut ibunya dalam selama empat puluh hari, kemudian menjadi `alaqah selama itu pula (40 hari), kemudian menjadi mudhghah selama itu pula (40 hari); kemudian Allah mengutus seorang malaikat lalu diperintahkan empat kalimat (hal), dan dikatakan kepadanya: Tulislah amal, rizki dan ajalnya, serta celaka atau bahagia-(nya); kemudian ditiupkan ruh padanya." (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dari `Abdullah).

"Dua orang perempuan suku huzail berkelahi. Lalu satu dari keduanya melemparkan batu kepada yang lain hingga membunuhnya dan (membunuh pula) kandungannya. Kemudian mereka melaporkan kepada Rasulullah. Maka, beliau memutuskan bahwa diat untuk (membunuh) janinnya adalah (memberikan) seorang budak laki-laki atau perempuan." (Hadist muttafaq `alaih –riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim- dari Abu Hurairah; lihat `Abdullah bin`Abdur Rahman al-Bassam, Tawdhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, [Lubnan: Mu`assasah al-Khidamat al-Thiba`iyyah, 1994], juz V, h.185):

"Tidak boleh membahakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain." (Hadist riwayat Ibnu Majah dari `Ubadah bin al-Shamit, Ahmad dari Ibn `Abbas, dan Malik dari Yahya).

Qaidah Fiqih :

"Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan dari pada mendatangkan kemaslahatan."

"Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan)."

"Hajat terkadang dapat menduduki keadaan darurat."


Memperhatikan :

Pendapat para ulama :

Imam al-Ghazali dari kalangan mazhab Syafi`I dalah Ihya` `Ulum al-Din, tahqiq Sayyid `Imrab (al-Qahirah: Dar al-Hadits, 2004), juz II, hal.67 : jika nutfah (sperma) telah bercampur (ikhtilah) dengan ovum di dalam rahim dan siap menerima kehidupan (isti`dad li-qabul al-hayah), maka merusaknya dipandang sebagai tindak pidana (jinayah).

Ulama Al-Azhar dalam Bayan li-an-Nas min al-Azhar asy-Syarif (t.t.: Mathba`ah al-Mushhaf al-Syarif, t.th.), juz II, h. 256 :

Jika aborsi dilakukan sebelum nafkhi ar-ruh, maka tentang hukumnya terdapat empat pendapat fuqaha`.Pertama, boleh (mubah) secara mutlak, tanpa harus ada alasan medis (`uzur); ini menurut ulama Zaidiyah, sekelompok ulama Hanafi –walaupun sebagian mereka membatasi dengan keharusan adanya alasan medis, sebagian ulama Syafi`i, serta sejumlah ulama Maliki dan Hanbali.Kedua, mubah karena adala alasan medis (`uzur) dan makruh jika tanpa `uzur; ini menurut ulama Hanafi dan sekelompok ulama Syafi`i. Ketiga, makruh secara mutlak; dan ini menurut sebagian ulama Maliki. Keempat,haram; ini menurut pendapat mu`tamad (yang dipedomani) oleh ulama Maliki dan sejalan dengan mazhab Zahiri yang mengharamkan `azl (coitus interruptus); hal itu disebabkan telah adanya kehidupan pada janin yang memungkinkannya tumbuh berkembang.

Jika aborsi dilakukan setelah nafkhi ar-ruh pada janin, maka semua pendapat fuqaha` menunjukkan bahwa aborsi hukumnya dilarang (haram) jika tidak terdapat `uzur; perbuatan itu diancam dengan sanksi pidana manakala janin keluar dalam keadaan mati; dan sanksi tersebut oleh fuqaha` disebut dengan ghurrah.

Syaikh `Athiyyah Shaqr (Ketua Komisi Fatwa Al-Azhar) dalam Ahsan al-Kalam fi al-Taqwa, (al-Qahirah: Dar al-Ghad al-`Arabi, t.th.), juz IV, h. 483:

Jika kehamilan (kandungan) itu akibat zina, dan ulama mazhab Syafi`i membolehkan untuk menggugurkannya, maka menurutku, kebolehan itu berlaku pada (kehamilan akibat) perzinaan yang terpaksa (perkosaan) di mana (si wanita) merasakan penyesalan dan kepedihan hati. Sedangkan dalam kondisi di mana (si wanita atau masyarakat) telah meremehkan harga diri dan tidak (lagi) malu melakukan hubungan seksual yang haram (zina), maka saya berpendapat bahwa aborsi (terhadap kandungan akibat zina) tersebut tidak boleh (haram), karena hal itu dapat mendorong terjadinya kerusakan (perzinaan).

Fatwa Munas MUI No.1/Munas VI/MUI/2000 tentang Aborsi.

Rapat Komis Fatwa MUI, 3 Februari 2005; 10 Rabi`ul Akhir 1426 H/19 Mei 2005 dan 12 Rabi`ul Akhir 1426 H/21 Mei 2005.


Dengan memohon taufiq dan hidayah Allah SWT


MEMUTUSKAN


Menetapkan : FATWA TENTANG ABORSI

Pertama : Ketentuan Umum

Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.

Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar.

Kedua : Ketentuan Hukum

Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).

Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.

Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang membolehkan aborsi adalah:

Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.

Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.

Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah:

Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan.

Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.

Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.

Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.


Keputusan fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Agar setiap muslim yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.


Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 12 Rabi`ul Akhir 1426 H

21 Mei 2005


MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA,

Ketua
K.H. Ma`ruf Amin

Sekretaris
Hasanudin

Posisi Tangan Saat I'tidal

Oleh: Hasan Basri Hambali


Beberapa pendapat ulama Syafi'iyah mengenai posisi tangan saat i'tidal:

1. Nihayatul Muhtaj - Muhammad Romli

ويسن رفع يديه كما مر في تكبيرة الإحرام مع ابتداء رفع رأسه من ركوعه مبتدئا رفعهما مع ابتداء رفعه ويستمر إلى انتهائه للاتباع رواه الشيخان قائلا في رفعه إلى الاعتدال سمع الله لمن حمده أي تقبل الله منه حمده ....... فإذا انتصب أرسل يديه و قال ربنا لك الحمد أي ربنا استجب لنا ولك الحمد على هدايتك إيانا

2. Roudhatuth Tholibin - an-Nawawi

ويستحب عند الاعتدال رفع اليدين حذو المنكبين على ما تقدم من صفة الرفع ويكون ابتداء رفعهما مع ابتداء رفع الرأس .......... فإذا اعتدل قائما حطهما

3. Mughni Muhtaj – Muhammad Khothib asy-Syarbaini

(ويسن رفع يديه) كما سبق في تكبيرة الإحرام (مع ابتداء رفع رأسه) من الركوع بأن يكون ابتداء رفعهما مع ابتداء رفعه (قائلا) في رفعه إلى الاعتدال (سمع الله لمن حمده) أي تقبل منه حمده وجازاه عليه وقيل غفر له للإتباع رواه الشيخان مع خبر صلوا كما رأيتموني أصلي ........... (فإذا انتصب) أرسل يديه

4. Fathul Aziz – ar-Rofi'i

ويستحب عند الاعتدال رفع اليدين إلي حذو المنكبين فإذا اعتدل قائما حطهما

Dari beberapa literatur di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada saat i'tidal tangan diturunkan ke bawah (irsal), bukan disimpan di bawah dada.

Namun ada sebagian kalangan yang mengatakan bahwa meletakkan tangan di bawah dada adalah tatacara (kaifiyat) yang paling baik. Anggapan tersebut didasarkan pada keterangan dalam kitab Fathul Mu'in – Zainuddin al-Malibari sebagai berikut:
(وسن جزم رائه) ... (ورفع كفيه) ... (بكشف) ... (خذو) ... (منكبيه) ... (مع) ... (تحرم) ...(و) ... (ركوع) ...(ورفع منه) ... (و) ... (من تشهد أول) ... (ووضعهما تحت صدره) وفوق سرته، للاتباع. (آخذا بيمينه) كوع (يساره) وردهما من الرفع إلى تحت الصدر أولى من إرسالهما بالكلية، ثم استئناف رفعهما إلى تحت الصدر


Pada Hasyiyah I'anatuth Tholibin (penjelasan Fathul Mu'in) – Abu Bakar ad-Dimyathi mengutip keterangan Syarh Rhoud:

(قوله أولى من إرسالهما إلخ) أي لما في ذلك من زيادة الحركة قال في شرح الروض بل صرح البغوي بكراهة الإرسال لكنه محمول على من لم يأمن العبث وقوله ثم استئناق هو بالجر معطوف على إرسالهما

Mereka beranggapan bahwa teks di atas berbicara tentang i'tidal, padahal kalau ditelusuri lebih lanjut, teks tersebut membahas posisi tangan setelah takbiratul ihrom. Berikut sebagian teks kitab Syarh Rhouduth Tholib – Zakariya al-Anshori dalam kajian takbiratul ihrom:
(فَرْعٌ وَيُسَنُّ) لِلْمُصَلِّي (رَفْعُ يَدَيْهِ وَلَوْ مُضْطَجِعًا مَعَ التَّكْبِيرِ) لِلْإِحْرَامِ لِلِاتِّبَاعِ رَوَاهُ الشَّيْخَانِ (مُسْتَقْبِلًا بِكَفَّيْهِ) ..... (كَاشِفًا لَهُمَا) ... (مُفَرِّقًا أَصَابِعَهُ) ... (وَسَطًا) ..(حَتَّى يُحَاذِيَ) ... (بِأَطْرَافِهِمَا) ... (أَعْلَى أُذُنَيْهِ وَبِإِبْهَامَيْهِ شَحْمَتَيْهِمَا) ... (وَبِكَفَّيْهِ مَنْكِبَيْهِ) ... (فَإِذَا لَمْ يُمْكِنْ الرَّفْعُ إلَّا بِزِيَادَةٍ) ... (أَوْ نَقْصٍ) ... (أَتَى بِالْمُمْكِنِ) ... (وَأَقْطَعُ الْكَفَّيْنِ يَرْفَعُ سَاعِدَيْهِ وَ الْمِرْفَقَيْنِ عَضُدَيْهِ وَإِنْ قَرَنَ الرَّفْعَ بِالتَّكْبِيرِ فِي الِابْتِدَاءِ كَفَى وَلَوْ لَمْ يَنْتَهِيَا مَعًا فَإِنْ تَرَكَهُ أَتَى بِهِ فِي أَثْنَائِهِ لَا بَعْدَهُ ) لِزَوَالِ سَبَبِهِ وَبَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْهُمَا يَحُطُّ يَدَيْهِ وَلَا يَسْتَدِيمُ الرَّفْعَ كَمَا يُعْلَمُ مِنْ قَوْلِهِ (وَرَدُّهُمَا) مِنْ الرَّفْعِ ( إلَى تَحْتِ الصَّدْرِ أَوْلَى مِنْ الْإِرْسَالِ ) لَهُمَا بِالْكُلِّيَّةِ ثُمَّ اسْتِئْنَاف رَفْعِهِمَا إلَى تَحْتَ الصَّدْرِ
بَلْ صَرَّحَ الْبَغَوِيّ بِكَرَاهَةِ الْإِرْسَالِ لَكِنَّهُ مَحْمُولٌ عَلَى مَنْ لَمْ يَأْمَنْ الْعَبَثَ لِقَوْلِ الشَّافِعِيِّ فِي الْأُمِّ وَالْقَصْدُ مِنْ وَضْعِ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى تَسْكِينُ يَدَيْهِ فَإِنْ أَرْسَلَهُمَا بِلَا عَبَثٍ فِلَا بَأْسَ . وَهَذَانِ الْأَمْرَانِ ذَكَرَهُمَا فِي الرَّوْضَةِ وَجْهَيْنِ وَصَحَّحَ مِنْهُمَا الْأَوَّلَ فَفَهِمَ الْمُصَنِّفُ أَنَّ الْخِلَافَ فِي الْأَوْلَوِيَّةِ فَصَرَّحَ بِهَا وَهُوَ قَرِيبٌ

Keterangan ini juga sejalan dengan keterangan Ibnu Hajar dalam al-Minhajul Qowim.

(فاذا فرغ من التحرم) لم يستدم الرفع لكراهته بل (حط يديه) مع انتهاء التكبير كما مر (تحت صدره) وفوق سرته للاتباع فهو اولى من ارسالهما بالكلية ومن ارسالهما ثم ردهما الى تحت الصدر

Kesimpulan:
Hal yang wajib dilakukan saat i'tidal adalah tuma'ninah (السكون بعد حركة). Sedangkan posisi tangan yang paling baik adalah diturunkan (irsal). Adapun meletakkan tangan di bawah dada seperti kaifiyat setelah takbiratul ihrom, adalah pendapat yang tertolak (mardud) sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfatul Muhtaj.

(فإذا انتصب) قائما أرسل يديه وما قيل يجعلهما تحت صدره كالقيام يأتي قريبا رده ......... (و) الصحيح سن (رفع يديه) في جميع القنوت والصلاة والسلام بعده للاتباع وسنده صحيح أو حسن وفارق نحو دعاء الافتتاح والتشهد بأن ليديه وظيفة ثم لا هنا ومنه يعلم رد ما قيل: في السنة في الاعتدال جعل يديه تحت صدره كالقيام

Semoga tulisan ini dapat memberi pencerahan bagi saudara-saudara ku yang menyepelekan – bahkan menghukumi tidak sah shalat bagi – orang yang meng-irsal-kan tangan saat i'tidal. Apabila seseorang melakukan i'tidal disertai dengan tuma'ninah – di mana pun posisi tangannya – maka shalatnya sah.
والله أعلم بالصواب

Qiyamul Lail

قال النبي صلى الله عليه وسلم: «يحشر الناس في صعيد واحد يوم القيامة، فينادي مناد فيقول: أين الذين كانوا تتجافى جنوبهم عن المضاجع، فيقومون وهم قليل، فيدخلون الجنة بغير حساب، ثم يؤمر بسائر الناس إلى الحساب».  إه
Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Pada hari kiamat manusia dikumpulkan pada satu tempat, kemudian ada suara yang memanggil: 'di mana orang-orang yang merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur (melaksanakan qiyamul lail)', maka berdirilah orang-orang tersebut, jumlah mereka hanya sedikit, kemudian mereka masuk ke dalam surga tanpa melalui hisab. Kemudian orang-orang yang lain diperintahkan menuju hisab.

وكان سيدي أحمد الرفاعي رحمه الله تعالى يقول لأصحابه: "عليكم بالقيام في الثلث الأخر من الليل ولا تفرِّطوا في ذلك، فإنه ما من ليلة من ليالي السنة إلا وينزل فيها رزق من السماء، فيفرّق على المستيقظين ويحرم منه النائمون". إه
Sayyid Ahmad ar-Rifa'i rohimahulloh berkata kepada para sahabatnya: Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail pada sepertiga malam yang terakhir, janganlah kalian menyepelekannya, sesungguhnya sepanjang tahun Alloh Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan rizki pada setiap malam. Orang-orang yang terjaga akan mendapatkan bagian, dan orang-orang yang tidur akan terhalang.

وقد أوحى الله تعالى إلى السيد داود عليه الصلاة والسلام: «يا داود كذب من ادّعى محبتي، فإذا جن الليل نام عني»
Alloh Subhanahu Wa ta'ala memberikan wahyu kepada Nabi Dawud 'alaihis salam: "Wahai Dawud, Orang yang mengaku cinta kepadaku itu telah berdusta, karena ia tidur melupakanku pada tengah malam.

فقد ورد أن أم السيد سليمان عليه السلام قالت: "يا بني لا تترك قيام الليل، فإن ترك قيام الليل يدع الرجل فقيرا يوم القيامة
Diriwayatkan bahwa ibunda Nabi Sulaiman 'alaihis salam berkata: Anakku, janganlah kamu meninggalkan qiyamul lail. Sesungguhnya meninggalkan qiyamul lail akan menjadikan seseorang fakir pada hari kiamat.
[al-Minah as-Saniyyah hal. 11-12]

Kurikulum dan Pembelajaran

METODE PEMBELAJARAN

Sebagai pesantren salafiyah, Pesantren Darush Showab menjadikan kitab kuning sebagai kajian utama. Para alumni lulusan Pesantren Darush Showab diharapkan mampu membaca, menterjemahkan, memaknai, mengamalkan serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan agama Islam yang pada hakikatnya bersumber dari kitab suci al-Qur’an dan Sunnah Rosululloh Muhammad SAW. Di samping itu, para santri juga diperkenalkan pada beberapa disiplin ilmu sosial, wawasan teknologi dan kebangsaan. Dengan dukungan ini, para santri diharapkan menjadi pribadi yang arif, santun, berwawasan ke depan (visioner) sehingga mudah diterima di tengah-tengah masyarakat.

Metode pembelajaran yang digunakan adalah bandongan, sorogan, setoran, hapalan dan klasikal.

Bandongan

Bandongan adalah pola pengajaran dengan kitab atau materi tertentu yang disampaikan oleh ustadz dengan pendekatan seramah. Ustadz menterjemahkan kitab sementara para santri menulis terjemahan tersebut pada kitab masing-masing. Kemudian ustadz menjelaskan kandungan materi yang dibahas dan diakhiri dengan tanya jawab dan refleksi. 

Sorogan dan Setoran

Sorogan adalah metode pengajian individual di mana santri mengikuti bacaan kitab dan terjemahannya yang  dibimbing oleh ustadz. Dengan sorogan, santri membiasakan diri membaca kitab, menerapkan keterampilan nahwu dan shorof yang didapatkan dari pengajian bandongan dan klasikal serta memperkaya diri dengan kosakata (mufrodat, vocabulary) bahasa Arab.

Hasil sorogan kemudian dibacakan secara individual kepada ustadz dalam pengajian setoran. Dengan metode setoran, kemampuan para santri dalam menyerap materi ajar akan terukur dan berkesinambungan.

Klasikal

Pada metode klasikal, para santri di kelompokkan ke dalam beberapa kelas sesuai dengan kemampuan rata-rata. Penguasaan materi yang diajarkan pada pengajian  klasikal digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian keberhasilan setiap santri serta menentukan kenaikan kelas ke jenjang yang lebih tinggi.

Hapalan

Materi yang wajib dihapal oleh santri meliputi materi kitab nahwu, shorof, do’a, ayat al-Qur’an dan dzikir tertentu yang berlaku dalam ubudiyah keseharian. Di samping itu, para santri dengan kemampuan dan minat khusus juga mengikuti hapalan ayat suci al-Qur’an (tahfizh al-Qur’an).


KITAB KAJIAN

Al-Qur'an dan Tafsir
1. Al-Qur’an al-Karim
2. Tafsir Jalalain

Hadits
1. Mukhtar al-Ahadits an-Nabawiyyah
2. Riyadh ash-Sholihin
3. Bulugh al-Marom

Tauhid
1. Tijan ad-Daruri
2. Kifayah al-‘Awam
3. Jauharoh at-Tauhid

Fiqih
1. Safinah an-Naja
2. Taqrib (Matan Abi Syuja’)
3. Fath al-Qorib al-Mujib
4. Fath al-Mu’in
5. Kifayah al-Akhyar
5. Minhaj ath-Tholibin
6. Al-Asybah wa an-Nazho’ir
7. Bidayah al-Mujtahid

Akhlak-Tashawuf
1. Risalah al-Mu’awanah
2. Bidayah al-Hidayah
3. Kifayah al-Atqiya
4. Adab Suluk al-Murid
5. Minhajul ‘Abidin
6. Ta’lim al-Muta’allim

Nahwu-Shorof
1. Jurumiyah
2. Fathu Robb al-Bariyyah (Imrithi)
3. Nazhm al-Maqshud (Yaqulu)
4. Kailani
5. Khoridah al-Bahiyyah
6. Alfiyah

Bidang Lain
1. Madarij ash-Shu’ud
2. Khulashoh Nurul Yaqin
3. Masa’il Fiqhiyyah
Home