Berkumpul di Rumah Orang yang Meninggal untuk Membaca Dzikir dan Doa

Lembaga Fatwa Mesir
Pertanyaan

Memperhatikan permohonan fatwa nomor 625 tahun 2008 yang berisi:

Jika ada seseorang meninggal dunia, maka beberapa setelah itu keluarganya akan mengundang para tokoh ulama dan masyarakat umum untuk datang ke rumahnya. Mereka berkumpul untuk membaca zikir, bershalawat kepada Nabi saw. dan berdoa untuk orang yang meninggal serta seluruh kaum muslimin baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Dalam acara ini keluarga orang yang meninggal akan menyediakan makanan bagi para undangan karena kesediaan mereka untuk datang dan untuk membuat mereka gembira. Apakah acara seperti ini mengandung larangan syariat? Dan apakah orang-orang yang hadir tersebut boleh menikmati hidangan yang disajikan? 

Jawaban (Mufti Agung Prof. Dr. Ali Jum'ah Muhammad)


    Secara syarak tidak ada larangan untuk mengadakan acara seperti disebutkan dalam pertanyaan. Hal itu dengan syarat tidak membuat keluarga yang ditinggal kembali bersedih dan biayanya tidak berasal dari harta keluarga mayit yang tidak mampu. Jika acara itu membuat susah keluarga mayit atau membuat mereka kembali bersedih, maka hukumnya adalah makruh. Apabila biaya acara itu diambil dari harta orang yang tidak mampu maka hukumnya adalah haram.

    Walaupun sejumlah ulama Hanafiyah berpendapat bahwa melakukan acara seperti itu adalah makruh, namun al-'Allamah ath-Thahawi, setelah penelitiannya secara mendalam menyimpulkan bahwa hal itu dibolehkan. Ini sebagaimana dinukil oleh sejumlah ulama muhaqqiq Mazhab Hanafi.

    Pengarang Hâsyiyah 'alâ Marâqî al-Falâh Syarh Nûr al-Îdhâh berkata, "Dinyatakan dalam al-Bazzaziyah, "Hukumnya makruh membuat hidangan makanan untuk orang-orang pada hari pertama dan ketiga serta setelah satu minggu. Juga dimakruhkan membawa makanan ke kuburan pada hari-hari besar, mengundang orang-orang untuk membaca Alquran, mengumpulkan orang-orang saleh, para penghafal Alquran untuk mengkhatamkan Alquran atau sekedar membaca surat al-An'âm atau al-Ikhlash." Mengomenri pernyataan ini, al-Burhan al-Halabi berkata, "Pernyataan di atas perlu diberi catatan, karena tidak ada dalil kemakruhan itu selain hadits Jarir yang telah disebutkan. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dengan sanad shahih dari Jarir bin Abdullah, dia berkata, "Kami menganggap acara berkumpul di keluarga mayit dan membuatkan makanan termasuk dari tindakan niyâhah (menangisi orang yang meninggal)." Maksud hadits ini adalah bahwa perbuatan seperti itu termasuk perbuatan jahiliyah. Maksud kemakruhan yang ditunjukkan hadits ini adalah bila hal itu dilakukan pada hari kematian. Hadits ini juga bertentangan dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad juga dan Abu Dawud dari Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari seorang lelaki dari kalangan Anshar, ia berkata, "Pada suatu ketika, kami mengantar jenazah bersama Rasulullah saw.. Ketika kami pulang, kami diundang oleh seorang suruhan istri orang yang meninggal. Beliau pun mendatanginya. Lalu dihidangkan makanan. Beliau pun lalu meletakkan tangannya di makanan itu dan orang-orang pun ikut melakukannya. Mereka kemudian makan bersama. Beliau mengunyah makanan di mulutnya." Hadits ini menunjukkan kebolehan keluarga mayit membuat makanan dan mengundang orang lain untuk menikmatinya. Bahkan, dalam kitab al-Bazzaziyyah sendiri dalam Bab al-Istihsân dinyatakan, "Jika membuat makanan untuk orang-orang miskin maka itu adalah hal yang baik." Sedangkan dalam Bab al-Istihsân dari kitab al-Khâniyyah: "Jika keluarga mayit membuat makanan untuk orang-orang miskin maka bagus, kecuali jika salah satu ahli warisnya adalah anak kecil maka tidak boleh membuat makanan itu dari harta warisan." Dan Anda telah mengetahui pernyataan pengarang kitab asy-Syir'ah." Demikian penjelasan pengarang Hâsyiyah Marâqî al-Falâh.

    Pernyataan terakhir beliau ini mengisyaratkan apa yang dikatakan oleh pengarang kitab Syir'atul Islâm was Sunnah yang mengomentari pernyataan berikut: "Disunnahkan bagi keluarga mayit untuk bersedekah sebelum berlalunya malam pertama dengan sesuatu yang tidak memberatkannya. Jika ia tidak mendapatkan sesuatu apapun maka hendaknya ia melaksanakan shalat dua rakaat kemudian menghadiahkan pahalanya kepada mayit." Ia berkomentar, "Dianjurkan bersedekah untuk mayit setelah pemakamannya hingga hari tujuh hari dengan sesuatu yang tidak memberatkannya."

    Dengan demikian, maka tidak apa-apa mengadakan acara seperti yang disebutkan dalam pertanyaan dan tidak ada larangan untuk menikmati makanan yang disajikan.

    Wallahu subhânahu wa ta'âlâ a'lam.
ــــــــــــــــــــــــــــــــ
Sumber: http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=427&LangID=5
FB Comments
0 Blogger Comments

0 comments:

Posting Komentar

Home