Keutamaan Ibadah Haji

Oleh: Hasan Basri Hambali

{وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ} [آل عمران: 97]
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. ‘Âli Imrôn [3] : 97)

Balasan Surga dan Ampunan dari Alloh Subhânahu wa ta’âlâ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ»
Diriwayatkan dari Abû Hurayroh Rodhiyallôhu ‘anhu, bahwa Rosululloh Shollallôhu ‘alayhi wa sallam bersabda, “’Umroh ke umroh berikutnya adalah kaffaroh dosa diantara keduanya, dan haji mabrûr tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. al-Bukhôriy)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْحَاجِّ، وَلِمَنِ اسْتَغْفَرَ لَهُ الْحَاجُّ "
Dari Abû Hurayroh Rodhiyallôhu ‘anhu ia berkata, Rosululloh Shollallôhu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Ya Alloh, ampunilah orang yang melaksanakan ibadah haji dan orang yang dimintakan ampunan oleh orang yang berhaji.” (HR. al-Bayhaqiy)

Imam an-Nasafiy Rohimahullôh menceritakan, bahwa beberapa orang sholih melaksanakan ibadah haji, ketika mereka telah pulang dari ‘arfah, mereka teringat akan barang bawaan yang tertinggal di ‘arfah, mereka pun kembali ke tanah ‘arfah. Di sana mereka menemukan beberapa ekor kera dan babi, mereka pun kaget melihatnya, kera dan babi itu berkata, “sesungguhnya kami adalah dosa orang-orang yang berhaji, mereka meninggalkan kami di sini, mereka pulang dalam keadaan suci.” Orang-orang sholih itu pun mengambil barang bawaan yang ketinggalan, dan mereka pulang dari ‘arfah dengan penuh perasaan heran.

Ijabah Do’a

Diriwayatkan bahwa Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

إذا خرج الحاج من منزله خرج من ذنوبه كيوم ولدته أمه وله بكل خطوة عبادة سبعين سنة حتى يرجع إلى منزله فإذا رجع فاغتنموا دعاءه فإن دعاءه مستجاب
Apabila seseorang yang sedang beribadah haji keluar dari rumahnya, maka ia keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya, setiap langkahnya adalah ibadah tujuh puluh tahun hingga ia kembali ke rumahnya. Jika ia kembali ambilah keuntungan dengan do’anya, sungguh do’anya diijabah.

Imam al-Ghozâliy Rohimahullôh meriwayatkan, bahwa kebiasaan generasi salaf Rodhiyallôhu ‘anhum ajma’în selalu mengiringi keberangkatan orang-orang yang akan pergi berperang di jalan Alloh dan menyambut kedatangan orang yang pulang dari melaksanakan ibadah haji, mereka menyegerakan memohon do’a sebelum haji tersebut melaksanakan dosa.

Ibadah haji menyerupai berbagai ibadah

Ibadah haji hanya diwajibkan sekali seumur hidup, hal ini menunjukkan kesempurnaan yang terdapat dalam ibadah tersebut, yaitu menyerupai beberapa bentuk ibadah di luar haji. Ihrôm dalam haji seperti takbiroh al-ihrôm dalam sholat, dzikir dalam thowâf dan wukuuf seperti dzikir dalam sholat, sa’yî dan thowâf seperti rukû’ dan berdiri dalam sholat, melempar jamarôt seperti jihad, wuqûf di ‘Arofah dan masy’ar al-harôm seperti i’tikâf, dan nafkah yang dikeluarkan dalam ibadah haji seperti ibadah zakat. Barangsiapa melaksanakan ibadah haji, seakan-akan ia telah melaksanakan ibadah-ibadah tersebut.

Mendapatkan pahala berlipat ganda

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbâs Rodhiyallôhu ‘anhu, bahwa Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

صلاة في مسجد المدينة بعشرة آلاف صلاة، وصلاة في المسجد الأقصى بألف صلاة، وصلاة في المسجد الحرام بمائة ألف صلاة
Sholat di Masjid Madinah setara dengan sepuluh ribu sholat (di masjid lain). Sholat di Masjid al-Aqshô setara dengan seribu sholat, dan sholat di Masjid al-Harôm setara dengan sertus ribu sholat.

Adapun selain ketiga tempat ini mempunyai martabat yang sama satu dengan yang lainnya. Rosululloh Shollallôhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا والمسجد الأقصى
Tidak boleh melakukan perjalanan kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjid al-Harôm, masjidku ini (Masjid Nabawiy Madinah), dan Masjid al-Aqshô.”  (Muttafaqq ‘alayh)

Imam al-Ghozâliy Rohimahullôh menjelaskan, bahwa sebagian kalangan memandang hadits ini sebagai larangan melakukan perjalanan menuju tempat-tempat syuhadâ`, menziarahi kubur para ulama dan shôlihîn. Hal ini adalah sebuah kekeliruan yang nyata, karena secara jelas (shorîh), yang disebutkan oleh Baginda Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam adalah al-masâjid (masjid-masjid) bukan al-masyâhid (tempat-tempat syuhadâ`). Di setiap daerah terdapat masjid yang derajatnya sama di sisi Alloh Subhânahu wa ta’âlâ dengan masjid di daerah yang lain, oleh karena itu, tidak ada gunanya mengunjungi masjid di tempat lain. Adapun berziarah ke masyâhid, kubur para ulama dan shôlihîn termasuk dalam keumuman perintah Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam untuk melakukan ziarah, Nabi Shollallôhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها (رواه مسلم)
Dulu Aku melarang kalian berziarah kubur, maka berziarahlah ke kubur-kubur itu. (HR. Muslim)

Keutamaan kubur berbeda satu dengan yang lainnya sesuai dengan kadar derajat orang yang kuburnya diziarahi di sisi Alloh Subhânahu wa ta’âlâ. Apabila menziarahi kubur para nabi 'Alayhimus sholâtu was salâm adalah perbuatan yang diperbolehkan dan dianjurkan, maka menziarahi kubur para awliyâ`, ulama, dan shôlihîn pun mempunyai hukum yang sama. Melakukan perjalanan ke kubur mereka merupakan suatu kebolehan, sebagaimana kebolehan mengunjungi mereka saat masih hidup.

Wallôhu a’lamu bish showâb
ــــــــــــــــــــــــــــــــ
Referensi:
1. Shohîh al-Bukhôriy
2. Shohîh Muslim
3. Ihyâ` ‘Ulûm ad-Dîn
4. Nuzhah al-Majâlis wa Muntakhob an-Nafâ`is
FB Comments
0 Blogger Comments
Home