Imam an-Nawawi rohimahulloh berkata:
Ketahuilah, bahwa disunnatkan menghidupkan dua malam hari raya (idul fitri dan
idul adha) dengan berdzikir kepada Alloh Ta'ala, sholat, dan
bentuk-bentuk ketaatan yang lain. Dalam hadits dijelaskan:
مَنْ أَحْيا ليلتي
العيدين، لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ القُلُوب
"Barangsiapa
menghidupkan dua malam hari raya, maka tidak akan mati hatinya pada hari
matinya hati-hati yang lain."
Diriwayatkan dalam hadits yang
lain:
مَنْ قَامَ لَيْلَتي
العِيدَيْنِ لِلهِ مُحْتَسِباً لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ القُلُوبُ
"Barangsiapa
melaksanakan ibadah pada dua
malam hari raya karena Alloh, karena mencari ridho Alloh, maka tidak akan mati
hatinya pada hari matinya hati-hati yang lain."
Demikianlah sebagaimana
diriwayatkan oleh asy-Syafi'i dan Ibnu Majah. Ini adalah hadits dho'if yang
diriwayatkan dari Abu Umamah sebagai hadit marfu' dan mawquf. Keduanya adalah
hadits dho'if, namun hadits dho'if dapat ditolerensi dalam urusan fadho'il al-a'mal,
sebagaimana yang aku jelaskan pada permulaan kitab ini (al-adzkar).
Para ulama berbeda pendapat
mengenai kadar minimal dalam menghidupkan malam hari raya. Pendapat yang paling
zhohir menyebutkan, bahwa menghidupkan malam hari raya hanya dapat diperoleh
dengan mengisi sebagian besar malam dengan ibadah. Sedangkan pendapat yang lain
mengatakan cukup walaupun hanya dengan sesaat.
Takbir pada Malam Hari Raya
Disunnatkan membaca takbir pada
idul fitri dan idul adha. Pada hari raya idul fitri, takbir dimulai dari
terbitnya matahari sampai imam membaca takbirotul ihrom dalam sholat sunnat
idul fitri. Dianjurkan membaca takbir setiap selesai melaksanakan sholat dan
dalam keadaan yang lainnya, dan takbir tersebut diperbanyak ketika manusia
sudah ramai. Disunnatkan bertakbir ketika berjalan, duduk maupun berbaring,
pada saat berada di jalan, masjid, hingga tempat tidur.
Sedangkan pada hari raya idul adha,
takbir dimulai setelah sholat shubuh pada hari arfah (tanggal 9 Dzul Hijjah)
sampai pelaksanaan sholat ashar pada akhir hari tasyriq (tanggal 13 bulan Dzul
Hijjah), setelah sholatashar masih disunnatkan membaca takbir, dan itulah
takbir yang terakhir pada idul adha. Ini adalah pendapat paling shohih untuk
diamalkan, di samping pendapat-pendapat yang lainnya, baik dalam madzhab
Syafi'i maupun madzhab-madzhab yang lain.
Ashhab madzhab Syafi'i mengatakan,
bahwa lafazh takbir yang diucapkan adalah allohu akbar (الله أكبر) sebanyak tiga kali berturut-turut,
kemudian lafazh ini diulangi sesuai dengan kemauan. Imam asy-Syafi'i rohimahulloh dan
ashhabnya yang lain mengatakan, bahwa menambahkan lafazh-lafazh berikut
dipandang sebagai hal yang baik, yaitu:
اللهُ أكْبَرُ
كَبيراً، والحَمْدُ لِلهِ كَثيراً، وَسُبْحانَ اللهِ بُكْرَةً
وأصِيلاً، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، وَلا نعبد إلا إياه مخلصين له الدينَ
وَلَوْ كَرِهَ الكافِرُون، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ
وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الأحْزَابَ وَحْدَهُ، لا إِلهَ إِلاَّ
الله، واللهُ أكْبَرُ
Sesungguhnya Alloh Maha Besar.
Segala puji bagi Alloh, dengan sebanyak-banyaknya pujian. Maha Suci Alloh, pagi
dan sore hari. Tidak ada Tuhan selain Alloh, kami tidak menyembah kecuali hanya
kepada-Nya, dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya, walaupun dibenci oleh
orang-orang kafir. Tidak ada Tuhan selain Alloh, Dia Yang Maha Esa, Dia Maha
Benar dalam janji-Nya, Dia menolong hamba-Nya dan mengalahkan musuh-musuh-Nya
sendirian. Tidak ada Tuhan selain Alloh, Alloh Maha Besar.
Segolongan ashhab madzhab Syafi'i
mengatakan, bahwa boleh membaca takbir sebagaimana yang biasa dibaca, yaitu:
اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ،
لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ، واللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ،
ولِلهِ الحَمْدُ
Alloh Maha Besar, Alloh Maha
Besar, Alloh Maha Besar, Tidak ada Tuhan selain Alloh, Alloh
Maha Besar, Alloh Maha Besar, segala puji hanya milik Alloh.
ــــــــــــــــــــــــــــــــ
Referensi: al-Adzkar karya Imam
an-Nawawiy, halaman 171-172.